pinggir jalan depan rumah beliau (Cimahi, Bandung Barat)
Part I silahkan
dibaca dulu biar gak nyasar.
Oke lanjut, karena
rasa kepengen berbincang secara personal dengan beliau sudah meluap-luap maka
gue ajak teman se-frekuensi Berlin merencanakan berkunjung ke rumah beliau. Pagi-pagi
pukul 08.33 a.m (2018/04/15), tanpa lama-lama gue memberanikan diri mengontak beliau via sms
meminta izin mau berkunjung ke rumahnya dengan tujuan belajar serta berbincang
untuk menambah wawasan (ce ilah gaya banget). Seharian menunggu balasan, gue kira gak akan di approved ternyata
tepat pukul 18.13 p.m, sms balasan masuk. Yes, izin berkunjung has been released. Sebegitu senangnya gue, pun Berlin sama excited-nya. Pada saat menentukan hari apa mau berkunjung sempat bingung, karena gue usul untuk
kasih tahu anak kelas lainnya siapa tahu ada yang mau ikut. Alasannya satu karena gua gak mau ribet nantinya, gak mau pas
nanti kelas beliau terus beliau bahas bahwa gue dan Berlin berkunjung terus beliau tanya kenapa yang lain gak ikut lalu anak-anak lain bersorak “kita gak
di kasih tahu pak”, males kan. Tapi usul diurungkan karena gak ada yang mau share
di grup kelas.
Alamat lengkap sudah di tangan, Senin pukul 16.40 p.m (2018/04/23) sehabis balik kerja langsung cus berangkat. Biasanya yang bawa motor gue, tapi destinasi kala itu baru pertama kali maka alangkah baiknya orang asli Cimahi saja yang mengemudi. Perjalanan tak semulus kepercayaan gue terhadap Berlin. Kesasar bukan main. Putar balik arah beberapa kali, nanya stranger yang
isinya kumpulan anak cowok lagi pada nongkrong (tidak secara harfiah), dan saat sadar ternyata lokasi kesasarnya deket banget sama rumah beliau
berasa bodoh banget. Alasan kenapa bisa kesasar, sesimpel karena Berlin salah ambil jalan. Ternyata ada dua jalan untuk tiba di alamat, pertama
jalan yang cepat kedua jalan yang 3x lebih lama dari jalan pertama ditambah ada
part jalan yang gelap banget dan sedikit
menanjak. Bisa ditebak Berlin pilih jalan yang mana di sesi
pertama berkunjung kala itu. Tapi setiap kejadian insya Allah selalu ada hikmah
di baliknya. Bener banget, mungkin jikalau saat itu gak telat
pasti tidak akan mendapatkan pelajaran yang benar-benar membekas sampe saat ini
(bukan berarti telat itu baik ya).
Gue dan Berlin sampai rumah beliau hampir mau pukul 19.__ p.m. Takut dan sangat merasa tidak enak, bahkan awalnya kita tidak mau membawa diri sampai ke rumah beliau dengan mengganti memberi kabar via sms serta meminta maaf bahwa kita tidak bisa datang karena kesasar dan balik lagi. Tapi rasanya itu opsi yang tidak tepat, lalu dengan rasa malu yang luar biasa kami mengucap salam di depan rumah beliau. Istrinya menyabut selepas menjawab salam dengan langsung berkata “Ini yang mau ketemu sama bapak ya, kenapa baru datang bapak sudah menunggu lama dari tadi”, sambutan yang berasa tamparan. Gua dan Berlin masuk menghampiri beliau langsung salim dan meminta maaf sejadi-jadinya lalu menjelaskan alasan kita telat. Kala itu bapak duduk di sofa yang tidak terlalu tinggi, lalu posisi gue dan Berlin duduk pakai lutut (kaya posisi sinden) di lantai dengan wajah dan body language yang penuh rasa bersalah, kebayang kan. Bisa dibilang ini adalah rasa bersalah terbesar kedua dalam hidup, songong banget gue membuat orang berilmu yang sudah sangat sepuh seperti beliau menunggu kita yang tidak ada apa-apanya ini dengan sabar. Setelah clear bapak mengungkapkan bahwa dia selalu memegang prinsipnya dengan baik sedari muda. Jika ada janji temu atau janji apapun bapak selalu tidak pernah membuat orang lain menunggu, karena beliau benar-benar disiplin dalam hal apapun termasuk yang paling penting tentang waktu. Kunjungan pertama memberikan kesan yang kurang baik, tapi membekali pembelajaran yang sangat berdampak bagi gue khususnya. Kenapa, karena di dalam ungkapan kala itu beliau menampar dengan mengatakan bahkan jika kalian (gue dan Berlin) hingga pukul 24.00 p.m pun belum datang dan tanpa mengonfirmasi apapun bapak akan tunggu sampai kalian memberikan konfirmasi. Kedepannya gue gak mau telat kepada siapapun (tears).
Setelah bercakap-cakap sedikit beliau menyuruh kita balik, pertemuan pertama tidak dilanjutkan ke sesi belajar dan berbincang tentang topik yang lebih berat serta hal-hal yang sudah lama ingin ditanyakan harus di tahan dulu di next kunjungan.
Gue dan Berlin sampai rumah beliau hampir mau pukul 19.__ p.m. Takut dan sangat merasa tidak enak, bahkan awalnya kita tidak mau membawa diri sampai ke rumah beliau dengan mengganti memberi kabar via sms serta meminta maaf bahwa kita tidak bisa datang karena kesasar dan balik lagi. Tapi rasanya itu opsi yang tidak tepat, lalu dengan rasa malu yang luar biasa kami mengucap salam di depan rumah beliau. Istrinya menyabut selepas menjawab salam dengan langsung berkata “Ini yang mau ketemu sama bapak ya, kenapa baru datang bapak sudah menunggu lama dari tadi”, sambutan yang berasa tamparan. Gua dan Berlin masuk menghampiri beliau langsung salim dan meminta maaf sejadi-jadinya lalu menjelaskan alasan kita telat. Kala itu bapak duduk di sofa yang tidak terlalu tinggi, lalu posisi gue dan Berlin duduk pakai lutut (kaya posisi sinden) di lantai dengan wajah dan body language yang penuh rasa bersalah, kebayang kan. Bisa dibilang ini adalah rasa bersalah terbesar kedua dalam hidup, songong banget gue membuat orang berilmu yang sudah sangat sepuh seperti beliau menunggu kita yang tidak ada apa-apanya ini dengan sabar. Setelah clear bapak mengungkapkan bahwa dia selalu memegang prinsipnya dengan baik sedari muda. Jika ada janji temu atau janji apapun bapak selalu tidak pernah membuat orang lain menunggu, karena beliau benar-benar disiplin dalam hal apapun termasuk yang paling penting tentang waktu. Kunjungan pertama memberikan kesan yang kurang baik, tapi membekali pembelajaran yang sangat berdampak bagi gue khususnya. Kenapa, karena di dalam ungkapan kala itu beliau menampar dengan mengatakan bahkan jika kalian (gue dan Berlin) hingga pukul 24.00 p.m pun belum datang dan tanpa mengonfirmasi apapun bapak akan tunggu sampai kalian memberikan konfirmasi. Kedepannya gue gak mau telat kepada siapapun (tears).
Setelah bercakap-cakap sedikit beliau menyuruh kita balik, pertemuan pertama tidak dilanjutkan ke sesi belajar dan berbincang tentang topik yang lebih berat serta hal-hal yang sudah lama ingin ditanyakan harus di tahan dulu di next kunjungan.
Wajah bersalah
masih nempel selama perjalanan balik, lumayan membuat lemas
karena emang belum makan juga. Kita memutusakan berhenti dulu untuk
makan sambil bahas santai kejadian tadi. Kedai Ramen Aboy
yang kata Berlin terkenal di seantero Cimahi menjadi pilihan, sayangnya karena sudah lumayan malam
jadi menu bestseller-nya sisa satu yaitu Ramen Aboy Original. Gue mengalah
biar Berlin pesan itu dan gue pesan menu yang ada aja yakni Nasi Ayam Pedas. Heran, nih anak bukan ngalah sama gue, harusnya gue yang pesan
menu best seller karena bukan orang Cimahi alhasil sampai sekarang gak tahu tuh rasa ramennya
Ramen Aboy kaya apa.
Next kunjungan alias kunjungan kedua alhamdulillah
berjalan lancar, saking lancarnya sampai lupa waktu. Selesai pukul 22:00
p.m mungkin kalau tidak peduli waktu
dan beliau sudah sepuh gak akan berhentikan saking asiknya. Gue dan Berlin benar-benar
berselancar bebas menanyakan apapun yang kita ingin tahu. Berbincang salah satu isu internasional yang tak kunjung selesai, tebak-tebakan mengenai cara beliau
bisa selalu up to date setiap kejadian baik dalam dan luar negeri dan kerennya informasi tersebut utuh
menyeluruh tertanam di memori beliau (cara ini rahasia haha), ada belajar
bahasa inggris, pembelajaran hidup, curhat-cuhat kecil tentang keinginan besar
dimasa depan, dikasih pinjam buku-buku jadul beliau untuk belajar, dan banyak
banget hal berharga lainnya yang gue dapat.
Kunjungan ketiga
terhambat atas kebodohan berdua, saat itu yang pakai helm cuman gue. Sebelum berangkat sempat ragu pakai helm satu doang, Berlin bilang
kayaknya gak akan ada razia (ingat helm bukan melindungi dari razia saja tapi untuk keselamatan). Baru sampai Cimahi Mall yang berjarak 2.5 km dari kosan gue alias 5 menit jalan ternyata dari jauh ada ibu polwan melambaikan tangan dan kita malah ngakak sejadi-jadinya. Apa lagi namanya
kalau bukan kena tilang. Tidak sampai disitu, saat di per-empatan mau belok ke Jl.
Kolonel Masturi gue melihat dari jauh ada polisi lagi, tapi berkat kendara yang akan belok ramai sekali jadi kita tidak
terlihat dan berhasil menyelinap dari pandangan pak polisi.
Sampai di rumah
beliau dengan selamat bersama surat tilang. Kami melanjutkan belajar seperti kunjungan sebelumnya, sampai di pertengahan
belajar ternyata beliau belum makan malam. Istrinya mendengar ada mamang sate
lewat dan diberhentikan untuk bapak makan, perbincangan pun di tunda dengan
memesan sate untuk beliau, gue dan Berlin (istri beliau sudah makan malam jadi
tidak pesan). Kami makan sama-sama sambil sesekali beliau sedikit menyambung
perbincangan sebelumnya (senang betul bisa makan malam bareng). Ada hal lucu pas pesan sate, kita niat patungan untuk
bayarin makan malamnya bapak. Tapi gak ada uang cash, wajah kami berdua terlihat bingung di depan si ibu (istri bapak) sampai ditanya “yakin ada uangnya gak?”, dan kita
jawab sambil cengengesan “ada ibu, tapi mau ke ATM dulu”. Alhasil Berlin dengan kecepatan penuh keluar cari ATM untuk bayar sate dan lontong sebanyak 3 porsi. Selepas makan
malam lanjut pembelajaran dan menyelesaikannya dengan lancar.
Bersyukur banget
bisa bertemu dengan beliau di awal-awal semester jadi keburu untuk melakukan
hal-hal yang berharga dan bermanfaat, gue kadang mikir kayanya alesan gue sampai ke Cimahi untuk bertemu beliau dan mengambil manfaat dari pribadinya.
Oh iya foto di
atas gue ambil di kunjungan pertama yang ada kejadian telat, pas mau balik gua berhenti sejenak kayanya momen ini perlu
diabadikan, hasilnya dapat satu jepretan foto dengan kamera ponsel.
Yang penasaran
teman se-frekuensi nih instagramnya @berlianaberl bisa di cek kakaknya yang
selalu pakai #alwayscantik. Karena terlibat di tulisan ini doi mau di tag di
akhir tulisan (ew).
*Insya Allah
akan ada part III
No comments:
Post a Comment